WahanaNews-Sulut | Walau harga minyak goreng (migor) sudah turun, stok minyak goreng kemasan di Sulawesi Utara (Sulut) masih terbatas.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sulut bersama Badan Urusan Logistik (Bulog) Sulut setiap harinya melakukan operasi pasar minyak goreng di Pasar Bersehati.
Baca Juga:
3 Negara ini Impor Gula Merah dari Sulut
Dalam operasi pasar tersebut, Disperindag dan Bulog Sulut tidak menemukan adanya panic buying di masyarakat.
Selain operasi pasar, Disperindag Sulut juga menggelar pasar murah di beberapa daerah.
Pertama, pasar murah digelar di Kantor Gubernur Sulut yang ditujukan khusus bagi pegawai Pemerintah Provinsi (Pemprov) sulut.
Baca Juga:
Bejat! Ayah di Minahasa Tega Perkosa Anak Kandung dan Anak Tirinya
Dalam pasar murah tersebut, Disperindag Sulut menyediakan 2.500 liter minyak goreng.
Dari jumlah tersebut, Kepala Bidang (Kabid) Perdagangan Dalam Negeri Disperindag Sulut, Ronny Erungan mengatakan hanya seribu liter yang terjual.
"Itu pun orang tidak berjubel datangnya. Minggu berikutnya kami jual lagi 500 liter, sama, tidak semuanya laku," kata Ronny, Kamis (10/3/2022).
Disperindag Sulut juga menggelar pasar murah dan menyiapkan seribu liter minyak goreng di Desa Kali, Kecamatan Pineleng, Minahasa.
Dalam operasi pasar di Desa Kali, minyak goreng tersebut hanya laku 600 liter.
Padahal, Disperindag Sulut memperbolehkan per orang membeli enam liter minyak goreng, yang berarti jumlah keseluruhan pembeli hanya 100 orang.
Sedangkan di salah satu pasar di desa di Bolaang Mongondow Timur (Boltim), dari 1.200 liter minyak goreng yang disediakan, tak satupun laku dibeli.
"Di tempat kedua di desa berbeda, sama. Di ibu kota kabupaten sama. Tiga tempat itu 1.200 liter pembelinya," sambung Ronny.
Dari hasil operasi pasar dan gelaran pasar murah tersebut, Ronny menyimpulkan tak ada kelangkaan minyak goreng yang terjadi di Sulut.
Meski begitu, Ronny tak menampik pihaknya sering menemukan stok minyak goreng yang kosong di toko retail modern.
"Justru ada yang tidak ada, ada juga yang tersedianya 1-2 dus saja," ujar Ronny.
Ronny melihat masyarakat Sulut tak mempermasalahkan harga, yang penting minyak goreng tersebut masih tersedia.
"Mereka masih bisa dapatkan minyak di pasar meskipun dalam plastik-plastik yang dikemas pedagang dengan harga Rp 16 ribu per liter. Artinya, sepanjang minyak itu ada meskipun harga tinggi, mereka akan tetap beli," lanjut Ronny.
Ronny juga mengungkapkan distributor minyak goreng kemasan juga aktif menjual, artinya, minyak goreng tersebut hampir tidak pernah bermalam di gudang.
Meski begitu, stok yang ada di gudang memang masih terbatas, sehingga harganya naik.
"Masih cukup memenuhi kebutuhan masyarakat. Daya beli masyarakat masih cukup kuat," tutur Ronny.[jef]