WahanaNews-Sulut| Berdirinya Museum Holocaust di Tondano, Minahasa-Sulawesi Utara, belakangan ini mendapat penolakan dari sejumlah pihak.
Rabi Yahudi di Sinagoge Shaar Hasyamayim, Yaakov Baruch, memberikan penjelasan terkait tujuan didirikannya Museum Holocaust.
Baca Juga:
3 Negara ini Impor Gula Merah dari Sulut
Rabi Yaakov mengatakan, proses pengerjaan Museum Holocaust memakan waktu hampir tiga bulan.
Pembangunan awal museum ini dilakukan pada Oktober tahun lalu dan diresmikan pada Kamis (27/1/2022).
"Kita memang mengejar target harus selesai dan diresmikan tanggal 27 Januari. Karena hari itu ditetapkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai Hari Peringatan Holocaust," kata Yaakov, seperti dilansir dari Kompas.com, Jumat (4/2/2022).
Baca Juga:
Bejat! Ayah di Minahasa Tega Perkosa Anak Kandung dan Anak Tirinya
Dikatakannya, ada beberapa hal yang menjadi tujuan membangun Museum Holocaust ini.
"Pertama, karena itu untuk mengenang keluarga oma saya atau nenek saya yang meninggal di Holocoust. Kemudian yang kedua itu, untuk edukasi ke masyarakat umum tentang bahayanya rasisme dan kebencian," ungkapnya.
"Dari peristiwa holocoust ini kita lihat rasisme dan kebencian itu kalau tidak dilawan bisa mengakibatkan keburukan, bisa melahirkan holocoust, jadi sangat-sangat berbahaya," sebut Yaakov Baruch.
Ia berharap dengan adanya museum ini sekiranya anak-anak muda bisa belajar, bahwa dari sekarang itu harus melawan namanya kebencian atau rasisme terhadap etnis atau kelompok tertentu.
"Jadi yang kita lawan sekarang bukan hanya antisemitisme atau anti-Yahudi, tapi juga misalnya Islamofobia, anti-Kristen atau anti-Buddha, Hindu, semua itu harus dilawan sejak dini," tuturnya.
Menurut dia, jangan sampai ada hal seperti itu yang dibiarkan, karena Holocaust nanti bisa terjadi lagi di masa depan terhadap etnis yang lain.
"Ini yang coba kita hindari, dan khususnya juga kami hindari jangan sampai juga terjadi untuk Komunitas Yahudi tentunya," katanya.
Soal hubungan diplomatik Indonesia dengan Israel, Rabi Yaakov Baruch tak berkomentar panjang.
Ia menegaskan, pihaknya tidak ada urusanya dengan politik dengan masalah tersebut.
"Karena bangunan museum ini murni dari kami sendiri, hanya untuk mengenang tentang yang terjadi terhadap bangsa kami, keluarga kami," paparnya.
Untuk urusan politik luar negeri, itu urusan pemerimtah dan sikap kami sebagai Komunitas Yahudi Indonesia tentunya mendukung sikap pemerintah Indonesia dalam hal ini yang berjuang bagi masyarakat Palestina dan membangun hubungan diplomatik.
"Kami mendukung sikap pemerintah apapun itu dan kami hanya fokus hanya urusan agama aja. Tidak ada urusan politik," tegasnya.
Dalam Museum Holocaust, katanya, beberapa barang yang dipajang dari Yerusalem.
"Yang sekarang kita pajang kan itu foto-foto dan itu merupakan foto yang diberikan dari Museum Holocaust di Yerusalem karena dia pusat Holocaust dunia kan," katanya.
Ke depan mereka akan mencoba mendapatkan barang-barang holocaust yang bisa didapat di Indonesia.
"Begitu juga mungkin ada dari kolektor sejarah, intinya tidak perlu lagi berharap bantuan dari luar," ujarnya.
Komunitas Yahudi di Sulawesi Utara
Yaakov menjelaskan, sejauh ini ada sekitar 20-30 orang anggota Komunitas Yahudi di Sinagoge Shaar Hasyamayim.
Sinagoge Shaar Hasyamayim diklaim sebagai satu-satunya tempat beribadah umat Yahudi di Indonesia.
Sinagoge ini sendiri sudah ada sejak 2004.
"Dan aman-aman aja dengan seluruh masyarakat, tidak ada gangguan, tidak ada masalah, hanya polemik belakangan saja yang menunjukkan seolah-olah ada masalah," kata Yaakov.
Lanjut dia, selama ini baik dengan pihak manapun tidak ada masalah.
"Kami juga mengundang pihak-pihak dari muslim untuk datang buka puasa di Sinagoge, tidak ada masalah. Teman-teman Kristen kalau mengundang untuk hadir, misalnya untuk hari raya di bulan Desember dekat Natal. Jadi dengan siapapun kami bergaul dengan baik, tidak ada masalah," ungkapnya.
Terkait enam agama yang diakui negara, Yaakov menegaskan, hal ini yang tidak dipahami oleh masyarakat Indonesia.
Karena di dalam Undang-undang (UU) Nomor 1 PNPS Tahun 1965, itu disebutkan di bagian penjelasan ada enam agama yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Indonesia.
Jadi ada enam mayoritas agama, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Buddha, Hindu, dan Khonghucu.
Tapi, selain enam agama itu ada beberapa agama juga berada di Nusantara yakni Indonesia. Mereka dibiarkan keberadaanya.
"Yaitu, Yahudi disebut pertama, Shinto, Zarasustrian, di situ disebut dibiarkan karena mereka (agama ini) dilindungi sama seperti perlindungan pasal 29 UUD, selama tidak melanggar ketertiban umum atau melanggar hukum," jelas Yaakov.
"Kita agama Yahudi diakui seperti agama-agama lain. Hanya beda, tidak dikasih hari libur dan intensif dari pemerintah," tambahnya.
Rabi Yaakov juga mengaku, selama ini tidak ada masalah di Sulut. Dalam Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) pihaknya sering kerja sama dengan lintas agama lain.
"Urusan-urusan acara keagamaan kami sering diundang dan dilibatkan, sama sekali tidak ada masalah soal itu. Kta tahu kan Sulut seperti apa barometer kerukunanya," tandas Yaakov.
Peresmian Museum Holocaust pada 27 Januari 2022.
Dalam peresmian itu hadir Duta Besar Jerman untuk Indonesia Ina Lepel, hadir juga Wakil Gubernur Sulut, Steaven Kandouw dan Bupati dan Wakil Bupati Minahasa.[jef]