Data dari 10 negara menunjukkan bahwa laporan mengenai kekerasan dalam rumah tangga meningkat 25 persen - 111 persen pada bulan pertama pandemi dan permasalahan tersebut turut menimbulkan biaya sosial dan ekonomi yang signifikan.
Di beberapa negara, kekerasan terhadap perempuan diperkirakan merugikan negara hingga 3,7 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau dua kali lipat dari yang dikeluarkan sebagian besar pemerintah untuk pendidikan.
Baca Juga:
Gelar Naker Expo, Kemnaker Sediakan Puluhan Ribu Lowongan Pekerjaan di Tiga Kota
"Karena itu, perempuan perlu berdaya, memiliki kemampuan untuk menghadapi kesulitan, dan berdaya mengatasi hambatan yang dikenakan pada mereka oleh norma-norma sosial budaya, dan stereotype serta tantangan lainnya, seperti ketidakamanan ekonomi, risiko, dan kerentanan, serta dampak diskriminasi," jelas Bintang Puspayoga lebih jauh.
Dalam paparannya, Bathylle Missika selaku Head of Networks, Partnerships and Gender Division, OECD Development Center mengangkat tiga isu penting yaitu Social Institutions and Gender Index (SIGI) dan kolaborasi berkelanjutan dengan W20, penerapan lensa SIGI di seluruh masalah prioritas W20, dan kebijakan sensitif gender dalam konteks Covid-19.
Ia pun memberikan tiga rekomendasi yang bisa dilakukan dalam praktek berkelanjutan pertama, memfasilitasi akses perempuan terhadap keuangan dan modal, termasuk dukungan untuk usaha yang dipimpin perempuan khususnya selama krisis Covid-19 saat ini.
Baca Juga:
Sudinkes Jakarta Barat Ingatkan Rumah Sakit Terus Terapkan Pelayanan Berbasis Hospitality
Kedua, memastikan program dan kebijakan yang memberikan solusi atas hambatan non-moneter untuk kewirausahaan dan ketiga, membangun peluang pelatihan literasi keuangan yang disesuaikan dengan kebutuhan pengusaha perempuan dan mendampingi mereka melalui tahapan pembangunan usahanya.
Sementara itu, Martina Rogato selaku W20 Delegasi Italia menyampaikan bahwa percepatan pemberdayaan perempuan dapat didorong dengan cara fokus terhadap tenaga kerja, keuangan dan kewirausahaan, digital, tindak kekerasan, dan lingkungan.
Menurutnya, perlu kebijakan yang fokus terhadap bagaimana menghilangkan diskriminasi dan Gender Based Violance (GBV) dengan memperhatikan beberapa hal antara lain, keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan, reformasi hukum dan penilaian, investasi dan dana, literasi keuangan dan kemandirian ekonomi, pemberdayaan wanita di bidang digital dan keuangan, serta pendidikan yang merata untuk semua.