WahanaNews-Likupang | Event Women20 (W20) selama dua hari di Likupang menghasilkan sejumlah rekomendasi yang menekankan perlunya pemberdayaan serta inklusi ekonomi wanita sebagai kunci dalam mencapai agenda 2030 menggunakan dukungan teknologi digital.
Selain itu pula, perlunya kebijakan integral guna mengentaskan diskriminasi terhadap wanita di seluruh sektor serta untuk memperjuangkan kesetaraan gender.
Baca Juga:
Gelar Naker Expo, Kemnaker Sediakan Puluhan Ribu Lowongan Pekerjaan di Tiga Kota
Diharapkan kebijakan harus konsisten menghapus norma-norma gender konservatif yang mengakar kuat di masyarakat.
Chair Women20 Indonesia Hadriani Uli Silalahi mengatakan sangat bagus untuk melihat komitmen dari berbagai negara yang mendukung perempuan mencapai potensi penuh mereka sebagai bagian dari tenaga kerja global untuk mengurangi kesenjangan gender dalam partisipasi angkatan kerja di negara-negara G20 sebesar 25 persen pada tahun 2025.
"Pemberdayaan dan inklusi ekonomi perempuan adalah kunci dalam mencapai agenda 2030 untuk pembangunan berkelanjutan, dan teknologi adalah enabler. Digitalisasi di berbagai bidang membawa potensi besar untuk mempercepat pemberdayaan perempuan," katanya.
Baca Juga:
Sudinkes Jakarta Barat Ingatkan Rumah Sakit Terus Terapkan Pelayanan Berbasis Hospitality
Dalam menyampaikan kesimpulan pertemuan W20 Presidensi Indonesia yang pertama, Co-Chair W20 Indonesia Dian Siswarini menjelaskan untuk menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan, seluruh elemen dan pemangku kepentingan perlu pertama, berkolaborasi dalam mengidentifikasi tantangan dan peluang yang ada.
Kedua, bekerja secara kolektif dalam mengidentifikasi kebijakan yang dapat diterapkan oleh W20 dalam mengatasi berbagai diskriminasi, kurangnya peraturan, budaya yang menghambat partisipasi aktif perempuan, dan pelanggaran berat HAM, dan ketiga, memastikan perempuan menjadi fokus utama pemulihan COVID-19 di tengah KTT G20.
Sebelumnya, pada sesi pembukaan, Selasa (15/2), Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Bintang Puspayoga menyampaikan wabah Covid-19 telah berdampak hampir di semua aspek kehidupan, termasuk perempuan.
Data dari 10 negara menunjukkan bahwa laporan mengenai kekerasan dalam rumah tangga meningkat 25 persen - 111 persen pada bulan pertama pandemi dan permasalahan tersebut turut menimbulkan biaya sosial dan ekonomi yang signifikan.
Di beberapa negara, kekerasan terhadap perempuan diperkirakan merugikan negara hingga 3,7 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau dua kali lipat dari yang dikeluarkan sebagian besar pemerintah untuk pendidikan.
"Karena itu, perempuan perlu berdaya, memiliki kemampuan untuk menghadapi kesulitan, dan berdaya mengatasi hambatan yang dikenakan pada mereka oleh norma-norma sosial budaya, dan stereotype serta tantangan lainnya, seperti ketidakamanan ekonomi, risiko, dan kerentanan, serta dampak diskriminasi," jelas Bintang Puspayoga lebih jauh.
Dalam paparannya, Bathylle Missika selaku Head of Networks, Partnerships and Gender Division, OECD Development Center mengangkat tiga isu penting yaitu Social Institutions and Gender Index (SIGI) dan kolaborasi berkelanjutan dengan W20, penerapan lensa SIGI di seluruh masalah prioritas W20, dan kebijakan sensitif gender dalam konteks Covid-19.
Ia pun memberikan tiga rekomendasi yang bisa dilakukan dalam praktek berkelanjutan pertama, memfasilitasi akses perempuan terhadap keuangan dan modal, termasuk dukungan untuk usaha yang dipimpin perempuan khususnya selama krisis Covid-19 saat ini.
Kedua, memastikan program dan kebijakan yang memberikan solusi atas hambatan non-moneter untuk kewirausahaan dan ketiga, membangun peluang pelatihan literasi keuangan yang disesuaikan dengan kebutuhan pengusaha perempuan dan mendampingi mereka melalui tahapan pembangunan usahanya.
Sementara itu, Martina Rogato selaku W20 Delegasi Italia menyampaikan bahwa percepatan pemberdayaan perempuan dapat didorong dengan cara fokus terhadap tenaga kerja, keuangan dan kewirausahaan, digital, tindak kekerasan, dan lingkungan.
Menurutnya, perlu kebijakan yang fokus terhadap bagaimana menghilangkan diskriminasi dan Gender Based Violance (GBV) dengan memperhatikan beberapa hal antara lain, keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan, reformasi hukum dan penilaian, investasi dan dana, literasi keuangan dan kemandirian ekonomi, pemberdayaan wanita di bidang digital dan keuangan, serta pendidikan yang merata untuk semua.
Chair B20 Indonesia Presidensi 2022 Shinta Khamdani memberikan perhatian pada tantangan yang dihadapi dunia bisnis terkait dengan upaya peningkatan kompetensi bagi pekerja perempuan.
Menurutnya tantangan tersebut antara lain berupa kurangnya dana dan sumber daya untuk pengusaha perempuan, keterbatasan saluran untuk berbagi pengetahuan, sumber daya, dan peluang lintas batas, serta banyak pekerja wanita juga belum siap untuk pekerjaan di bidang digital dan ekonomi, wanita dihadapkan dengan ketidakamanan pekerjaan yang lebih besar.
Kemudian juga ada tantangan berupa sedikitnya peluang kepemimpinan, serta kekerasan di tempat kerja berbasis gender, yang diperburuk oleh pandemi.
Turut hadir membuka acara, Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey, Co-Sherpa G20 Indonesia Dian Triansyah Djani, UN Women Indonesia, Country Representative, dan ASEAN Liaisong Jamshed Kazi, dan President of National Council of Women Indonesia Giwo Rubianto Wiyogo.
Pertemuan pertama yang digelar secara hybrid dan dihadiri sekitar 500 orang peserta, termasuk 150 orang yang hadir secara offline di Likupang, para peserta berasal dari berbagai lembaga termasuk perwakilan dari para negara anggota G20.
Seluruh agenda W20 hingga Oktober 2022 digelar secara bertahap di beberapa titik destinasi prioritas di Indonesia dan pelaksanaannya bekerja sama dengan International Knowledge Partners, badan PBB, organisasi masyarakat sipil, akademisi, badan pemerintah hingga sektor swasta.
Setelah di Likupang, side events W20 hingga W20 Summit, selanjutnya akan dilaksanakan di Batu, Jawa Timur dan Banjarmasin, Kalimantan Selatan pada Maret 2022, di Manokwari, Papua Barat, pada Mei 2022, di Danau Toba, Sumatera Utara pada Juli 2022, dan Denpasar, Bali pada September hingga Oktober 2022 mendatang. [rda]