WahanaNews-Sulut.co | Kegiatan di Tambang Emas Toka Tindung, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara, kini terus berkembang.
Ini merupakan salah satu wilayah operasi pertambangan emas terbesar di kawasan Asia Tenggara yang dikelola oleh PT Archi Indonesia Tbk (ARCI).
Baca Juga:
BPBD Kabupaten Solok Konfirmasi 15 Orang Tewas Akibat Longsor Eks Tambang Emas
Archi merupakan bagian dari PT Rajawali Corpora atau Rajawali, perusahaan milik pengusaha Peter Sondakh.
Saat ini, perusahaan menargetkan bisa menggarap lini bisnis dari hulu sampai ke hilir.
Mulai dari eksplorasi, kontraktor penambangan, pabrik pengolahan, dan produk logam emas batangan.
Baca Juga:
Sebongkah Harapan Gadis Yatim Piatu Melihat Kembali Indahnya Dunia
"Kami ingin menjadi perusahaan pure-play emas yang terintegrasi," kata Deputy Chief Executive Oficer Archi Indonesia, saat ditemui wartawan di Kota Manado, Sulawesi Utara, Kamis (25/11/2021).
Tambang emas ini berada sekitar 2,5 jam perjalanan mobil dari Manado.
Kawasan tambang pun berada di area perbukitan sehingga jalan menuju ke lokasi menempuh jalur mendaki.
Jalan menuju ke tambang ini juga melewati Desa Tatelu yang menjadi lokasi para penambang emas rakyat.
Total luas konsesi tambang yang dikelola oleh Archi Indonesia di sini mencapai 40 hektare.
Konsesi ini dipegang lewat dua anak perusahaan.
PT Meares Soputan Mining (MSM) yang berdiri sejak 1986 sekitar, 9 ribu hektare, dan PT Tambang Tondano Nusajaya (TTN) yang berdiri pada 1997, sekitar 31 ribu hektare.
Keduanya merupakan pemegang Kontrak Karya (KK) untuk kawasan ini sampai 2041.
KK ini pun bisa diperpanjang kembali selama 2 x 10 tahun dalam bentuk Izin Usaha Pertambangan Khusus alias IUPK.
Meski demikian, belum semua area konsensi ini sebenarnya yang sudah digarap oleh Archi Indonesia.
Saat ini, baru 10 persen saja atau 4 ribu hektare area konsesi yang sudah dikelola.
Di dalamnya ada empat blok yang merupakan bagian dari koridor timur yang digarap dengan metode pertambangan terbuka alias open pit.
Keempatnya yaitu Blok Toka, Blok Kopra, Blok Alaskar, dan yang terbesar yaitu Blok Araren.
Untuk Blok Araren, diameternya pun mencapai sekitar 1 kilometer.
Blok ini juga tak hanya menjadi yang terbesar secara ukuran, tapi juga kandungan emasnya.
Kalau rata-rata tingkat kandungan di kawasan ini sekitar 2 gram emas per ton material, maka di Blok Araren ini mencapai lebih dari 3 gram.
Adapun hingga 2020, jumlah cadangan emas di koridor timur yang ditempati oleh keempat blok ini mencapai 3,9 juta ounces.
Sedangkan, lokasi yang saat ini dikembangkan oleh Archi Indonesia adalah koridor barat yang berpotensi menggunakan metode underground mining.
Potensi tambahan cadangan emasnya lebih besar lagi, yaitu 5,3 sampai 13 juta ounces.
Saat media mengunjungi lokasi ini, kegiatan pertambangan tetap berlanjut meskipun sempat turun hujan lebat.
Kepala Teknik Tambang Toka Tindung, Hary Irmawan, mengatakan, aktivitas pertambangan memang tidak berhenti untuk sejam pun alias selalu aktif 24 jam.
"Lebaran, Natal, dan Tahun Baru, tidak berhenti operasi," kata Hary.
Sementara dari sisi produksi emas, angkanya terus meningkat sejak beberapa tahun terakhir, dari 61 kilo onces pada 2011, naik menjadi 207 kilo ounces pada 2020.
Bahkan, pada 2018, sempat menyentuh angka 270 kilo ounces.
Keseluruhan produksi emas ini kemudian diolah di pabrik pengolahan yang juga berada di dalam kawasan tambang.
Namun pabrik pengolahan ini baru menghasilkan produk gold bullion (gold dore) yang berupa campuran emas dan juga perak.
Gold dore inilah yang kemudian dikirim Archi ke PT Antam Tambang Tbk dan PT Bumi Sukesindo, dua perusahaan yang punya sertifikat untuk pemurnian emas.
Archi saat ini memang belum punya pabrik pemurnian sendiri, tapi sudah menyiapkannya mulai tahun depan.
Tapi ke depan, Archi juga bertekad untuk memperbesar kapasitas pabrik pengolahan ini mencapai 8 juta ton per tahun atau million ton per annum (mtpa) di 2025.
Hingga 2020, kapasitas pabrik baru mencapai 3,6 juta ton.
Tapi, hingga akhir tahun ini, angkanya sudah meningkat menjadi 4 juta ton.
Terakhir, yaitu ada Tailings Storage Facility alias TSF yang menjadi lokasi penampungan limbah hasil pengolahan emas.
Area tersebut mirip danau, tapi tidak berisi air dalam, melainkan lumpur basah.
Area TSF ini mencapai seluas tiga kali lapangan bola dan hanya dibiarkan terbuka tanpa penutup.
Hary memastikan bahwa TSF ini sudah berada dalam kondisi yang aman sesuai aturan yang ada.
"Bahkan di bawah baku mutu yang ditetapkan," kata dia. [qnt]