WahanaNews-Sulut | Pakar dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menyebutkan bahwa ada potensi tsunami sebagai dampak dari erupsi Gunung Anak Krakatau (GAK).
Oleh karena itu, masyarakat diminta untuk waspada terhadap ancaman dari bencana alam tersebut.
Baca Juga:
Gunung Semeru Meletus 3 Kali Pagi Ini, Abu Vulkanik Capai 1 Kilometer
Kepala Pusat Riset Teknologi Hidrodinamika (PRTH) - BRIN, Widjo Kongko mengatakan, berdasarkan data serta hasil pengamatan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) - Badan Geologi, terdapat peningkatkan aktivitas GAK dari waspada level 2 ke siaga level 3.
“Ini menunjukkan adanya potensi ke arah erupsi (Gunung Anak Krakatau) dan dapat berpotensi menimbulkan tsunami,” ujar Widjo dilansir dari laman resmi BRIN, Rabu (12/5/2022).
Berkaitan dengan perkiraan besar kecilnya dampak tsunami, Widjo menyampaikan hal ini bergantung dari pemicu sumbernya, yakni seberapa besar aktivitas erupsi GAK. Selain itu, tergantung pada volume longsoran kaldera atau lava yang dimuntahkannya.
Baca Juga:
Awas! Gunung Ibu Siaga Level III, Semburkan Api dan Abu
“Hasil kajian pemodelan tsunami yang telah dilakukan untuk kejadian erupsi akhir tahun 2018 lalu dapat dijadikan acuan untuk potensi tsunami ke depan apabila ada erupsi GAK, terutama untuk memprediksi waktu tiba tsunami di pantai dan perkiraan tingginya,” imbuhnya.
Terkait kemungkinan dampak tsunami yang berpotensi terjadi akibat erupsi gunung ini, hingga kini, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bersama PVMBG Badan Geologi terus memonitor perkembangan aktivitas Gunung Anak Krakatau, dan muka air laut di Selat Sunda.
Mitigasi Potensi Tsunami GAK
Dipaparkan pakar tsunami yang tergabung dalam anggota Ikatan Ahli Tsunami Indonesia (IATSI) itu, bahwa sejauh ini pemerintah telah berupaya untuk membuat program mitigasi tsunami dari tingkat hulu hingga hilir.
Misalnya, di tingkat hulu terdapat sistem peringatan dini jika akan terjadi tsunami, dan diseminasi untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat.
Selanjutnya di tingkat hilir, pihaknya sudah dilakukan penyiapan jalur evakuasi dan shelter atau tempat evakuasi beserta panduan perencanaan evakuasi.
Kendati begitu, dalam mitigasi potensi tsunami dan erupsi GAK, korban tsunami masih tetap ada seperti dampak erupsi gunung ini yang pernah terjadi di Selat Sunda di akhir tahun 2018.
Kondisi ini, kata Widjo, menandakan program yang sudah ada belum mencukupi sehingga perlu ditingkatkan kembali.
“Saya kira publik juga perlu mendapatkan informasi secara mendetail terkait dengan potensi ancaman tsunami di lokasi di mana mereka tinggal dan tentu saja informasi lainnya terkait dengan jalur evakuasi dan tempat evakuasi sementara,” ungkapnya.
Sementara itu, periset BRIN sekaligus pakar tsunami di IATSI, Semeidi Husrin berkata saat ini penguatan sistem deteksi dini tsunami di Selat Sunda sudah dilakukan. Pemerintah telah memasang alat Inexpensive Device for Sea Level measurement (IDSL) di kompleks Gunung Anak Krakatau.
“Alat IDSL atau dalam bahasa Indonesia disebut PUMMA (Perangkat Ukur Murah untuk Muka Air Laut) merupakan hasil riset bersama dari (waktu itu) KKP, LIPI, UNILA dan Mitra Internasional JRC-EC yang telah dipasang di Selat Sunda, sesaat setelah kejadian tsunami tahun 2018," terang Semeidi.
Peralatan PUMMA masih terpasang di Pulau Sebesi, Lampung dan Marina Jambu, Pandeglang. Semeidi menuturkan meski alat tersebut jauh dari kompleks Gunung Anak Krakatau, hasil yang diberikan terlihat sangat baik dalam tiga tahun terakhir.
Adapun hasil kinerja PUMMA dapat dilihat dari berbagai parameter seperti kualitas data yang rapat, transmisi yang cepat (real-time), mampu memberikan peringatan (alert) jika ada anomali muka air (tsunami), dan dilengkapi dengan kamera CCTV untuk konfirmasi visual.
Dalam proses pemasangan IDSL atau PUMMA di kompleks GAK, BRIN dan BMKG bekerja sama dengan beberapa pihak antara lain KKP, UNILA, BAKTI Kominfo, Telkomsel, Balawista dan lain-lain.
BAKTI Kominfo telah tuntas mockup sistem telekomunikasi satelit untuk Krakatau di Pulau Rakata. Sementara itu, Telkomsel telah membangun tower GSM di Sebesi sehingga Pulau Setung dan Panjang terkover GSM.
“Dengan dukungan infrastruktur telekomunikasi dan infrastruktur terkait dari PT. Telkomsel dan BAKTI Kominfo yang dikoordinasikan oleh BMKG, sistem ini akan segera terwujud dan akan membantu BMKG dalam mendeteksi gelombang tinggi akibat aktivitas Gunung Anak Krakatau," ucap Semeidi.
Masyarakat juga diimbau untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi gelombang tinggi atau tsunami ini khususnya di malam hari.
Pihaknya meminta agar masyarakat tetap tenang, dan tidak terpengaruh oleh isu yang tidak bertanggung jawab. Pastikan informasi hanya bersumber dari Badan Geologi, BMKG, dan BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) setempat.[jef]