WahanaNews-Sulut | Dua Menteri Kabinet Indonesia Maju dikaitkan dengan kepemilikan bisnis tes Polymerase Chain Reaction atau PCR.
Keduanya yakni Menko Marves, Luhut Binsar Pandjaitan, dan Menteri BUMN, Erick Thohir.
Baca Juga:
Netanyahu Resmi Jadi Buronan Setelah ICC Keluarkan Surat Perintah Penangkapan
Baik Luhut maupun Erick Thohir dikaitkan dengan kepemilikan saham di PT Genomik Solidaritas Indonesia (PT GSI), salah satu pemain besar dalam penyediaan tes PCR dan antigen.
GSI merupakan perusahaan baru yang didirikan tak lama setelah pandemi Covid-19 merebak di tahun 2020.
Sejumlah pengusaha besar ikut patungan untuk membuat PT GSI.
Baca Juga:
Polisi Tembak Polisi di Solok Selatan, Kasus Masih dalam Penyelidikan
Bisnis utama dari PT GSI yakni menyediakan tes PCR dan swab antigen.
Sebagai pemain besar, PT GSI bahkan bisa melakukan tes PCR sebanyak 5.000 tes per hari.
Menanggapi isu yang beredar di publik, kedua pembantu Presiden Jokowi itu pun buka suara, yang diwakili oleh masing-masing juru bicaranya.
Bantahan Luhut
Melalui Juru Bicara Menko Marves, Jodi Mahardi, Luhut mengklaim tidak pernah sedikit pun mengambil keuntungan pribadi dari bisnis yang dijalankan PT GSI.
"Sampai saat ini, tidak ada pembagian keuntungan dalam bentuk dividen atau bentuk lain kepada pemegang saham," ungkap Jodi.
Jodi juga menjelaskan bahwa Luhut hanya memiliki saham kurang dari 10 persen di Toba Bumi Energi, anak perusahaan Toba Bara Sejahtera, yang ikut menggenggam saham di PT GSI.
Jodi menyebut, ada 9 pemegang saham berinvestasi di GSI.
"Jadi, Pak Luhut tidak memiliki kontrol mayoritas di TBS, sehingga kita tidak bisa berkomentar terkait Toba Bumi Energi," imbuh dia.
Ia berujar, soal kenapa perusahaan Luhut ikut patungan membentuk PT GSI, hal itu semata dilakukan untuk tujuan sosial, bukan mengejar keuntungan bisnis.
"Jadi tidak ada maksud bisnis dalam partisipasi Toba Sejahtera di GSI," beber Jodi.
Sebaliknya, lanjut Jodi, melalui PT GSI pula, Luhut memiliki banyak sumbangsih dalam memberikan tes swab gratis untuk membantu pemerintah.
Jodi bilang, pada masa-masa awal pandemi tahun 2020, Indonesia masih terkendala dalam hal penyediaan tes Covid-19 untuk masyarakat.
"Saya lihat keuntungan mereka malah banyak digunakan untuk memberikan tes swab gratis kepada masyarakat yang kurang mampu dan petugas kesehatan di garda terdepan," kata Jodi.
Lebih lanjut, Jodi meluruskan soal alasan pemerintah mewajibkan tes PCR dalam perjalanan.
Ia berkata, aturan itu dibuat untuk mencegah lonjakan kasus Covid-19 di tengah peningkatan mobilitas masyarakat.
Kebijakan wajib PCR dari pemerintah tersebut tak bisa disangkut-pautkan dengan pejabat negara yang memiliki perusahaan layanan penyedia PCR.
"Perlu disadari bahwa kebijakan test PCR untuk pesawat ini memang diberlakukan untuk mengantisipasi Nataru ya. Data dari kami menunjukkan tingkat mobilitas, di Bali misalnya, sudah sama dengan Nataru tahun lalu," ucapnya.
Bantahan Erick Thohir
Sementara itu, Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga, menampik Erick terlibat dalam bisnis tes PCR.
Menurutnya, isu yang menyebut Erick ikut berbisnis tes PCR adalah hal tendensius.
Sebab, kata dia, PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI), perusahaan penyedia tes Covid-19 yang dikaitkan dengan Erick, hingga saat ini hanya melakukan 700.000 tes PCR.
Angka itu hanya sekitar 2,5 persen dari total tes PCR di Indonesia, yang sudah mencapai 28,4 juta.
"Jadi, kalau dikatakan bermain, kan lucu ya… 2,5 persen gitu. Kalau mencapai 30 persen atau 50 persen, itu okelah bisa dikatakan bahwa GSI ini ada bermain-main. Tapi hanya 2,5 persen," ujar Arya kepada media.
Selain itu, ia bilang, sebagian saham GSI memang dipegang oleh Yayasan Adaro Bangun Negeri, yakni sebesar 6 persen.
Menurut Arya, rendahnya kepemilikan saham tersebut membuat pengaruh yayasan terhadap GSI rendah.
Adapun Yayasan Adaro Bangun Negeri berkaitan dengan PT Adaro Energy Tbk (ADRO), perusahaan yang dipimpin oleh Boy Thohir, saudara Erick Thohir.
"Yayasan kemanusiaan Adaronya hanya 6 persen (kepemilikan saham). Jadi, bisa dikatakan, yayasan kemanusiaan Adaro ini sangat minim berperan di tes PCR," kata dia.
Di sisi lain, lanjut Arya, Erick sendiri sudah tak aktif di Yayasan Adaro Bangun Negeri sejak diangkat menjadi Menteri BUMN.
Sehingga, Erick tak lagi terlibat dalam urusan bisnis ataupun urusan lainnya di yayasan tersebut.
"Jadi sangat jauhlah dari keterlibatan atau dikaitkan dengan Pak Erick Thohir. Apalagi dikatakan main bisnis PCR, jauh sekali. Jangan tendensius seperti itu, harus lebih clear melihat semua," jelasnya. [non]