WahanaNews-Likupang | Terputusnya jalan trans Girian Likupang, di kawasan Kayuwale Kelurahan Pinasungkulan Kecamatan Ranowulu, Kota Bitung Sulut mendatangkan berbagai spekulasi dari masyarakat.
Mulai dari karena bencana alam tanah longsor, hingga dugaan karena aktivitas blasting atau pengeboman di lokasi tambang emas.
Baca Juga:
Detik-detik Mencekam! Remaja 17 Tahun Saksikan Langsung Tabrakan Pesawat di Washington DC
Lokasi jalan putus, tepat berada dekat sekali dengan lokasi penggalian emas atau pit, milik perusahan emas raksasa di Provinsi Sulut.
Namanya PT Maeres Soputan Mining (MSM) dan Tambang Tondano Nusajaya (TTN), beroperasi di Kota Bitung dan Kabupaten Minut Provinsi Sulut.
Peristiwa petusnya jakan Nasional itu, pada Minggu (2/1/2022) ketika hujan lagi deras-derasnya mengguyur.
Baca Juga:
Tabrakan Black Hawk dan American Airlines di Langit AS Renggut Puluhan Nyawa
Pasca putusnya jalan trans Girian Likupang, pihak perusahan emas PT MSM/TTN bergegas membuat jalan alternatif.
Dari amatan di lapangan, jalan alternatif itu berada di lokasi atau areal tambang, tepatnya di satu diantara galian atau pit bernama Alaskar.
"Akses jalan dimaksud adalah pengalihan jalan ke area yang sudah dibebaskan PT TTN tidak jauh dari jalan utama yang terputus,” tulis Herry Inyo Rumondor Deputy Manager External Relation PT MSM/TTN lewat sambungan WA, Selasa (4/1/2022).
Terkini, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulut mengeluarkan catatan resmi dan tertulis, tentang temuan di lokasi tanah longsor.
Ada beberapa poin temuan Walhi Sulut di lapangan, sebagai berikut:
Pertama, berdasarakan dokumen-dokumen foto lama dan terbaru dilapangan kami melihat bahwa lokasi titik longsor sangat dekat dengan lubang tambang milik PT MSM,
Kedua, lokasi titik longsor terdapat satu sungai dan memiliki volume air yang cukup deras,
Ketiga, Walhi Sulut mendapati ada jembatan penghubung antara Girian dan Likupang dengan nama jembatan Pinasungkulan beserta nomor jembatannya yaitu 50 054 008 0 yang dikerjakan oleh Balai Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga yang ikut terkena longsor.
Keempat, Aktivitas pertambangan PT MSM di Pit Araren telah merubah bentangan alam sungai Kayuwale yang sengaja dibelokkan oleh pihak perusahaan dan mengikis tanah sekitar highwall (tembok tinggi) di Pit Tambang PT. MSM.
Kelima, Estimasi pengaruh vibrasi blasting pada kestabilan highwall tidak dikaji dengan benar dan tidak dilakukan penelitian setiap harinya oleh pihak perusahaan, baik sebelum melakukan dan setelah melakukan blasting (peledakan).
"Walhi Sulut menyebut, gerakan yang dihasilkan oleh aktifitas blasting merupakan getaran tanah (ground vibration) berupa gelombang yang pada batas tertentu dapat menyebabkan kerusakan pada struktur highwall. Sehingga terjadi pemindahan massa batuan dan sangat besar kemungkinan terjadi longsor karena lokasi titik longsor sangat dekat dengan lubang tambang," tulis Walhi Sulut.
Kemudian, estimasi pengaruh getaran yang dilakukan pihak PT MSM tidak memikirkan beberapa analisis vibrasi, yaitu nilai kestabilan highwall (nilai Factor of Safety) dan nilai displacement yang dihasilkan akibat aktivitas blasting.
Sehingga mengakibatkan labilnya tanah di areal lokasi Pit Tambang PT MSM.
Selanjutnya, Walhi Sulut menilai bahwa longsor yang terjadi di sekitaran lubang tambang PT MSM harus menjadi tanggungjawab penuh dari pihak PT. MSM.
Karena ada aturan hukum yang dilanggar terkait kejadian longsor yang terjadi di ruas jalan Nasional Girian-Likupang, selain akses masyarakat terganggu tetapi juga terjadi kerugian ekonomi masyarakat disana.
Negara juga dalam hal ini mengalami kerugian besar akibat longsornya jalan penghubung kedua Kabupaten Kota tersebut.
"Dinas PU jangan tidur untuk menghitung kerugian negara tersebut, juga Dinas Lingkungan Hidup harus bekerja dengan benar terkait masalah-masalah serius ini. Karena ini jelas mengarah pada Pidana Lingkungan. Pemerintah dan aparat penegak hukum jangan tebang pilih mengusut masalah, ini menyangkut hajat hidup orang banyak dan ada ancaman nyawa di sana," sebut Walhi.
Penegakan hukum lingkungan tidak hanya ditujukan untuk memberikan hukuman kepada perusak atau pencemar lingkungan hidup.
Tetapi, juga ditujukan untuk mencegah terjadinya perbuatan atau tindakan yang dapat menimbulkan perusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup.
Oleh karena itu, penegakan hukum lingkungan tidak hanya bersifat represif, tetapi juga bersifat preventif.
Penegakan hukum lingkungan yang bersifat represif ditujukan untuk menanggulangi perusakan dan atau pencemaran lingkungan dengan menjatuhkan atau memberikan sanksi (hukuman) kepada perusak atau pencemar lingkungan.
Dapat berupa sanksi pidana (penjara dan denda), sanksi perdata (ganti kerugian dan atau tindakan tertentu), dan atau sanksi administrasi (paksaan pemerintahan, uang paksa, dan pencabutan izin).
Sedangkan penegakan hukum lingkungan yang bersifat preventif ditujukan untuk mencegah terjadinya perbuatan atau tindakan yang dapat menimbulkan perusakan atau pencemaran lingkungan.
"Walhi Sulut menyebut saat ini, instrumen hukum yang ditujukan untuk penegakan hukum lingkungan yang bersifat preventif tidak dilakukan oleh pihak PT. MSM," tandasnya.
Ditempat terpisah PT MSM TTN, melalui Herry Inyo Rumondor Deputy Manager External Relation belum dapat memberikan keterangan resmi terkait catatan dan temuan Walhi tersebut.
Ketika disodorkan lewat sambungan WA, Herry Inyo Rumondor menjawab tengah mengikut rapat.
"Nanti selesai rapat kami jawab," tulis Herry Inyo Rumondor, Senin (10/1/2022). [rda]