WahanaNews-Likupang | Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus menggali potensi bidang kelautan dan perikanan diberbagai daerah di Indonesia untuk dikembangkan menjadi sumber pendapatan masyarakat yang berkelanjutan.
Hal ini diwujudkan dalam bentuk program Kampung Perikanan Budidaya seperti di Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara (Sulut) dengan komoditas ikan nila.
Baca Juga:
Serangan Brutal KKB di Papua: Satu Polisi Tewas, Warga Terluka
Diakui Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Tb Haeru Rahayu, ikan nila menjadi salah satu unggulan budidaya air tawar karena pertumbuhannya cepat, tingkat resistensi terhadap penyakit yang tinggi, mampu bertahan pada perubahan lingkungan, dan memiliki fleksibilitas dalam media pemeliharaan.
Tepatnya di Desa Warukapas Kecamatan Dimembe, lahan budidaya terbuat dari tanah di mana sumber air utamanya berasal dari Gunung Klabat yang sangat bersih dan jernih sehingga baik untuk pertumbuhan nila. Rata-rata luas per unit kolam mencapai 700 m2 dengan total lahan 226 hektare.
“Hasil produksinya lumayan besar, hampir tiap hari ada aktivitas panen untuk Desa Warukapas dengan potensi 50-60 ton/bulan,” ujar Habil Rahmadani Penyuluh Perikanan.
Baca Juga:
Penukaran Utang dengan Konservasi, KKP Optimalkan Terumbu Karang di Wilayah Timur
Untuk pemanenan dan pemasaran, pembudidaya tidak perlu kesulitan. Mereka memiliki depot langganan yang akan dihubungi ketika masa panen tiba untuk mengambil ikan hasil budidaya. Nila akan dipilah sesuai ukurannya dan ditimbang, kemudian dijual dengan harga Rp29.000-30.000/kg.
Selanjutnya, ikan nila dibawa ke penampungan yang dimiliki depot untuk dijual kembali secara eceran. Hanya sedikit sekali pembudidaya yang punya depotnya sendiri karena modal untuk mengangkut nila dari kolam ke depot cukup besar.
Hal ini akibat jalan yang dilalui menuju kolam masih berbatu dan membelah kebun sehingga alat angkut harus dimodifikasi ulang.