WahanaNews - Sulut | Kepala Dinas PPPA Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), Mieke Pangkong mengatakan, Provinsi Sulawesi Utara masuk dalam 20 daerah dengan angka perkawinan anak tertinggi. Saat ini, menduduki peringkat ke-9 dengan angka perkawinan anak sebesar 14,9 persen.
"Perkawinan anak merupakan sebuah bentuk praktik yang sangat potensial merugikan tumbuh kembang anak dan perlindungan anak. Oleh karena itu, menikah pada usia anak adalah hal yang sangat mutlak untuk ditolak," ujar Mieke, Sabtu (24/9/2022).
Baca Juga:
Perbedaan Hukum Perlindungan Konsumen dalam Berbagai Bidang
Untuk itu, pada Kampanye Gerakan Bersama Stop Perkawinan Anak ini, Provinsi Sulawesi Utara, yang terdiri atas pemerintah daerah, organisasi perempuan, organisasi masyarakat, akademisi, LSM, organisasi keagamaan, lembaga pemerhati anak, dan forum anak siap mencegah perkawinan anak untuk Indonesia Layak Anak 2030 dan Indonesia Emas 2045.
Semua elemen itu bersama-sama menandatangani deklarasi Gerakan Bersama Stop Perkawinan Anak dan akan terus bergerak di semua wilayah di Provinsi Sulawesi Utara, untuk menghentikan perkawinan anak.
“Saya berharap kampanye ini dapat mendorong adanya payung kebijakan dalam pencegahan dan penghapusan terhadap praktik perkawinan anak," ujarnya.
Baca Juga:
Mantan Ajudan Eks Mentan SYL Dapat Perlidungan dari LPSK
Menurutnya, upaya yang dilakukan saat ini adalah mengubah mindset, baik dari para pengambil keputusan maupun masyarakat dan keluarga, bahwa perkawinan anak sangat merugikan bagi negara, masyarakat, bahkan anak itu sendiri.
Sementara itu, Pemerintah Kota (Pemkot) Bitung, Sulawesi Utara mendukung upaya gerakan bersama stop perkawinan anak di kota tersebut.
"Kami mendukung upaya Pemprov Sulut dengan bersama melakukan Deklarasi Gerakan Bersama Stop Perkawinan Anak," kata Wakil Wali Kota Bitung Hengky Honandar.
Dia mengatakan, hal ini dilakukan sebagaimana dengan diamanahkan dalam Pasal 72 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Hengky pun mengatakan pemerintah provinsi mengajak semua bersama-sama melakukan perubahan untuk mencegah terjadinya perkawinan anak karena perkawinan anak memiliki dampak yang sangat memprihatinkan bagi tumbuh kembang anak.
Banyak dampak yang akan dialami jika perkawinan usia anak seperti dampak pendidikan yakni anak akan putus sekolah.
Bidang kesehatan yakni anak perempuan memiliki risiko kematian ketika melahirkan dan kurangnya gizi ibu dan anak.
Bidang ekonomi yakni anak terpaksa bekerja dan menjadi pekerja anak serta bidang sosial bisa terjadi kekerasan dalam rumah tangga.[mga]