"Kami sudah mengusulkan kepada pemerintah agar mekanisme penebusan pupuk bersubsidi ini bisa lebih dipermudah seperti dulu. Penebusan dengan mekanisme Kartu Tani dihentikan saja agar petani tidak sulit untuk menebus pupuk. Penyaluran BBM bersubsidi saja tidak serumit pupuk bersubsidi," katanya.
Kemudian, kata dia, pendataan petani dilakukan lewat pemerintah desa atau kalurahan sebagai pihak yang bertanggung jawab atas validitas data petani di masing-masing wilayah.
Baca Juga:
HUT Pupuk Indonesia ke-12, Tanam 8.000 Bibit Pohon di 7 Lokasi
"Selama ini pendataan dilakukan oleh kelompok tani dan dengan sepengetahuan penyuluh lapangan. Tidak ada pihak yang bertugas langsung melakukan pendataan, sehingga tidak ada juga pihak yang bertanggung jawab atas validitas data petani," katanya.
Ia mengatakan, Ombudsman juga melakukan pemantauan dan sosialisasi terhadap kios tani dan distributor pupuk bersubsidi untuk memberikan pemahaman kepada mereka terkait apa yang boleh dilakukan dan apa yang dilarang dilakukan kios tani maupun distributor pupuk bersubsidi.
"Kalau memang ada kendala atau kesulitan di kios tani atau distributor, kami juga mendorong pemerintah memakai Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) atau langsung gabungan kelompok tani (gapoktan) dalam penyaluran pupuk bersubsidi," katanya.
Baca Juga:
UMKM Binaan Pupuk Indonesia Berpotensi Merambah Pasar Global
Sementara itu, Ketua Kelompok Tani Sedya Maju, Padukuhan Juwangen, Kalurahan Purwomartani, Juwadi mengatakan bahwa selama ini penebusan pupuk bersubsidi dilakukan secara kolektif melalui kelompok tani.
"Penebusan secara kolektif sesuai jatah dan hak masing-masing petani," pungkasnya.
[Redaktur: Mega Puspita]