WahanaNews-Sulut | Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa rencana kenaikan tarif listrik pelanggan dengan golongan 3.000 VA telah disetujui Presiden Joko Widodo.
Menanggapi hal tersebut, Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Agus Suyatno mengatakan, kenaikan tarif listrik tersebut tidak akan menimbulkan gejolak serius pada masyarakat.
Baca Juga:
Era Energi Terbarukan, ALPERKLINAS: Transisi Energi Harus Didukung Semua Pihak
Menurut Agus, karena jumlah masyarakat yang menggunakan golongan 3.000 volt ampere (VA) keatas tidak banyak.
"Konsumen listrik kelompok rumah tangga 3.000 VA ke atas relatif kecil. Dengan demikian kenaikan pada kelompok ini, tidak akan mempengaruhi inflasi secara signifikan. Sehingga relatif tidak bakal menimbulkan gejolak yang serius di masyarakat," kata Agus, seperti dilansir dari Kompas.com, Selasa (24/5/2022).
Meski demikian, Agus menilai, bila alasan kenaikan tarif adalah untuk menambal kebutuhan anggaran subsidi dan kompensasi energi, maka kurang tepat.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Sebab, konsumen daya 3.000 VA ke atas sedikit sehingga anggaran yang bisa dihemat dari kenaikan tarif listrik tersebut, tidak terlalu besar.
"Jika pemerintah menaikan tarif kelompok ini dengan alasan menambal subsidi, tentu akan kurang pas. Selain kosumennya relatif sedikit, jumlah total subsidi dan kompensasi yang ditutup juga sangat besar, kurang lebih Rp 443 triliun di 2022," jelas dia.
Sebagai informasi, sejak 2017 pemerintah memang tidak memberlakukan penyesuaian tarif listrik pelanggan non subsidi (tariff adjustment), meskipun harga komoditas energi mengalami kenaikan.
Sehingga pemerintah membayarkan kompensasi ke PLN untuk selisih biaya pokok penyediaan tenaga listrik yang dikeluarkan PLN dengan harga jual listrik yang ditetapkan pemerintah.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, mulanya pada APBN 2022 tak ada anggaran untuk kompensasi listrik.
Namun, tahun ini pemerintah sudah menanggung kompensasi listrik dengan alokasi anggaran Rp 21,4 triliun. Menurut dia, jika tidak ada kompensasi dari pemerintah dan kenaikan tarif listrik, maka arus kas operasional PLN akan defisit hingga Rp 71,1 triliun di Desember 2022.
Padahal, PLN perlu menjaga rasio kecukupan kas operasional untuk membayar pokok dan bunga pinjaman kepada lender setidaknya minimum 1.0x.
Oleh sebab itu, kenaikan tarif listrik bagi pelanggan non subsidi dinilai perlu dilakukan. Penyesuaian tarif ini pun sekaligus disebut untuk berbagi beban dan menjaga rasa keadilan.
"Bapak Presiden atau kabinet sudah menyetujui kalau untuk berbagi beban, untuk kelompok rumah tangga yang mampu, yaitu direpresentasikan dengan mereka yang langganan listriknya di atas 3.000 VA, boleh ada kenaikan tarif listrik, hanya di segmen itu ke atas," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran DPR RI, Kamis (19/5/2022).[jef]